Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis Unit Usaha Syariah (UUS) perbankan terus mengalami pertumbuhan, melampaui industri perbankan syariah. Pembiayaan perbankan syariah per April 2022 telah mencapai Rp 441 triliun, tumbuh 5,1% secara year to date (ytd). Sementara khusus untuk pembiayaan UUS mengalami kenaikan dua kali lipat dari industri.
Hal itu disampaikan Direktur Syariah Banking PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) Pandji P. Djajanegara. Dia menambahkan, kinerja UUS dalam lima tahun terakhir terbukti dapat berkontribusi lebih terhadap share Bank Induknya. Kontribusi rata-rata aset Top 5 UUS terhadap share Bank Induknya mencapai 14%.
Dengan begitu, model bisnis UUS dinilai bisa diandalkan untuk mempercepat pencapaian target aset perbankan syariah bisa mencapai 20% pada tahun 2024 dari total perbankan.
Oleh karena itu, ia menyebutkan bahwa penghapusan kewajiban pemisahan (spin-off) UUS dari bank induk dalam Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) menurutnya sudah tepat. Dalam RUU P2SK diatur kewajiban pemisahan untuk UUS hanya berlaku apabila porsi aset telah mencapai 50% atau lebih dari Bank Induknya.
Baca Juga: Reformasi UU Perbankan Syariah Disebut Harus Dilakukan, Ini Alasannnya
“Jika kewajiban spin-off diterapkan pada 2023, maka akan lahir sekitar 21 Bank Umum Syariah (BUS) baru dengan modal cekak dan kemampuan terbatas. Akibatnya, alih-alih akan mempercepat pertumbuhan market share sebaliknya membuat perbankan syariah tidak kompetitif. Hal ini tentu bertentangan dengan arahan konsolidasi perbankan dari OJK yang mewajibkan modal inti minimum Rp 3 triliun,” kata Pandji dalam Media Gathering CIMB Niaga Syariah dan Asbisindo, Senin (15/8).
Di sisi lain, lanjut Pandji, tingkat pelayanan kepada nasabah dan masyarakat juga akan memburuk, karena BUS hasil spin-off dengan modal kecil belum dapat menyediakan infrastruktur dan tenaga ahli yang setara dengan bank induknya. Padahal selama ini nasabah telah merasakan standar pelayanan yang memuaskan dari bank induk, misalnya layanan perbankan digital melalui super app maupun internet banking.
Apalagi bila ditambah penyesuaian pricing pembiayaan BUS hasil spin-off akan menjadi lebih tinggi karena keterbatasan likuiditas, sumber dana yang mahal dan rating bank rendah.
Ia melihat hal tersebut akan merugikan sekitar 6,5 juta nasabah UUS. Jika hal ini terjadi, dampak lanjutannya bisa menggerus risiko reputasi perbankan syariah.
UUS CIMB Niaga atau CIMB Niaga Syariah terbukti terus mencatatkan pertumbuhan lebih tinggi dari grupnya. Pandji bilang, pertumbuhan rata-rata per tahun aset syariah dalam lima tahun terakhir mencapai 30%. Walaupun per Juni 2022, pertumbuhannya sedikit melambat yakni tumbuh 22,9% YoY menjadi Rp 58,9 triliun. Hingga akhir tahun diharapkan bisa mencapai Rp 61 triliun.
Aset CIMB Niaga Syariah sudah menyumbang 19% terhadap total aset grupnya. UUS ini menargetkan kontribusi asetnya bisa mencapai 25% pada tahun 2024.
Baca Juga: Perbankan Syariah Dukung Perhapusan Kewajiban Spin-off UUS
Adapun pembiayaannya per Desember 2021 mencapai Rp 37 triliun. Per Juni tahun ini sudah meningkat menjadi Rp 42,3 triliun dan sampai akhir tahun ditargetkan akan mencapai Rp 44 triliun. Sedangkan Dana Pihak Ketiga (DPK) ditargetkan naik menjadi Rp 43 triliun dari Rp 41,5 triliun pada akhir tahun lalu.
"Sedangkan profitabilitas kami targetkan sama sebesar Rp 1,1 triliun tahun ini dengan menjaga NPF di level 1,25%," kata Pandji.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Bank Syariah Indonesia (ASBISINDO) Herwin Bustaman, mengatakan pihaknya akan fokus melakukan penguatan literasi ke daerah-daerah untuk mendorong pertumbuhan perbankan syariah ke depan.
"Dalam waktu dekat, kami akan banyak melakukan inisiatif baru termasuk berkolaborasi dengan regulator," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News