kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

BI: Likuiditas Perbankan Masih Berlebih dari Posisi Pra Pandemi


Selasa, 08 Februari 2022 / 08:10 WIB
BI: Likuiditas Perbankan Masih Berlebih dari Posisi Pra Pandemi

Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Guna menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi, Bank Indonesia (BI) akan menaikkan giro wajib minimum perbankan (GWM). Kebijakan normalisasi ini akan berdampak bagi likuiditas perbankan di tengah pandemi. 

Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut kenaikan GWM secara bertahap ini tidak akan membuat likuiditas perbankan menjadi ketat. Bahkan, bank sentral memprediksi kelebihan likuiditas ini lebih tinggi dari kondisi sebelum pandemi. 

BI pun sudah punya hitungan dampak dari rencana kenaikan GWM 350 basis poin (bps) bagi bank umum konvensional dengan rincian 150 bps di Maret, 100 bps di Juni, dan 50 bps di September 2022. 

“Likuiditas perbankan sangat besar, sekarang itu Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) 35%. Sebelum Covid-19, itu paling besar hanya 21%. Bila GWM diterapkan, maka AL/DPK akan turun menjadi 30% di akhir 2022. Jadi masih jauh lebih tinggi dibandingkan kondisi sebelum Covid-19,” ujar Perry pada pekan lalu. 

Baca Juga: Jadi Penopang Bisnis, BRI Salurkan Kredit Mikro Rp 483,89 triliun pada Tahun Lalu

Berdasarkan prediksi likuiditas yang masih berlebih  ini, BI berharap perbankan tetap menyalurkan kredit atau pembiayaan kepada masyarakat. BI juga yakin perbankan masih akan melakukan pembelian surat berharga negara (SBN) untuk pembiayaan APBN. 

Direktur Treasury & International Banking Bank Mandiri Panji Irawan menyatakan sudah mengantisipasi dan siap terhadap pengetatan kebijakan ini. Sebab, normalisasi kebijakan likuiditas ini juga dilakukan secara bertahap. 

“Secara angka, 3,5% dari total DPK rupiah Bank Mandiri senilai Rp 793,72 triliun maka awal 2022 GWM kami hanya  Rp 27,78 triliun. Pada Maret naik Rp 12 triliun, begitu juga pada Juni naik Rp 9 triliun dan September naik lagi Rp 6 triliun,” jelas Panji.

Dus, secara keseluruhan Bank Mandiri membutuhkan konversi likuiditas sebanyak Rp 24 triliun hingga Rp 26 triliun ke dalam GWM. Ia melihat, sepanjang 2020 hingga saat ini, likuiditas masih mencukupi.

“Dengan proyeksi pertumbuhan DPK dan kredit di tahun ini, maka akses likuiditas Bank Mandiri masih memadai guna memenuhi likuiditas baik kenaikan GWM secara bertahap maupun keperluan bisnis lainnya,” papar Panji. 

Baca Juga: Dana Kelolaan Bisnis Wealth Management BCA Tembus Rp 87 Triliun di 2021

Bank Mandiri memproyeksikan kredit bisa tumbuh di atas 8% sepanjang 2022. Panji menyatakan juga masih ada ruang untuk terbitkan global bond bila dibutuhkan likuiditas. 

Bank Mandiri akan merilis surat utang itu dalam bentuk Euro Medium Term Notes (EMTN) sebesar US$ 450 juta. Ataupun melakukan pendanaan dengan tipe lain dalam valuta rupiah atau asing baik secara bilateral atau eksekusi dengan pertimbangan aspek seperti waktu tepat seperti waktu dan kondisi pasar.



TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

×