Reporter: Abdul Basith Bardan | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Pertanian (Kementan) meminta rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan ditinjau ulang.
Hal itu berkaitan dengan pendapatan petani tembakau bila aturan tersebut direvisi. Pasalnya saat ini petani tembakau masih bergantung kepada Industri Hasil Tembakau (IHT) hingga 90% dari produksi.
"Dengan menurunnya produksi IHT, secara langsung akan menurunkan volume serapan tembakau petani," ujar Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Hendratmojo Bagus Hudoro saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (29/6).
Pertimbangan tersebut perlu dilihat dalam revisi beleid mengenai tembakau itu. Bagus bilang kondisi pandemi virus corona (Covid-19) juga ikut menekan pendapatan petani.
Baca Juga: Asosiasi pengusaha rokok dukung pemerintah tak merevisi PP 109/2012
Berdasarkan data Kementan tahun 2020 produksi tembakau mencapai 261.400 ton. Pertanian tembakau melibatkan sekitar 595.000 petani di Indonesia dengan luas area 235.900 hektare (ha).
"Kami mengusulkan untuk dipertimbangkan kembali mengingat kondisi saat yang masih dalam proses pemulihan ekonomi nasional dampak pandemi Covid-19," terang Bagus.
Meski begitu, Bagus menyebut saat ini belum menerima usulan revisi PP 109/2012 tersebut. Sebagai informasi pemerintah telah menaikkan cukai rokok pada tahun 2021 ini.
Kenaikan cukai tersebut dikenakan bagi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM). SKM golongan I naik 16,9%, SKM golongan IIA naik 13,8%, SKM golongan IIB naik 15,4%. Sementara SPM golongan I naik 18,4%, SPM golongan IIA naik 16,5%, SPM golongan IIB naik 18,1%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News