Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang tersimpan di gudang Bulog mencapai 4.001.059 ton.
Berdasarkan laporan real-time per Kamis, (29/5) pukul 21.41 WIB, serapan setara beras oleh Bulog telah mencapai 2.407.257 ton, dan total stok beras nasional resmi tercatat sebesar 4.001.059 ton dari sebelumnya 3.964.000 ton.
Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori menilai banyaknya stok CBP di gudang Bulog juga menyisakan sejumlah pekerjaan rumah (PR) utamanya resiko turun mutu jika disimpan terlalu lama.
"Sebaik apapun perawatan dilakukan, risiko turun mutu tidak dapat dihilangkan sama sekali karena yang disimpan barang mudah rusak," kata Khudori dalam keterangan resminya, Minggu (1/6).
Khudori bilang idealnya beras hanya disimpan 4 bulan. Lebih dari itu beras harus dikeluarkan dari gudang untuk disalurkan agar beras tidak berpotensi turun mutu, bahkan rusak.
Dirinya mengingatkan bahwa beras yang disimpan di gudang sebagai stok mati memerlukan perawatan yang lebih dan memerlukan biaya yang mahal.
"Kian lama penyimpanan kian besar biaya perawatan. Ini akan membebani Bulog sebagai korporasi. Selain itu, terbuka risiko penyusutan volume dan turun mutu," ungkapnya.
Baca Juga: Bulog Libatkan Surveyor Independen untuk Jaga Kualitas Beras di Gudang
Lebih lanjut, ia menilai tingginya pasokan beras yang mencapai 4 juta ton ini tak luput dari upaya Bulog untuk menyerap gabah dan beras produksi petani.
Namun di sisi lain, upaya penyaluran beras CBP saat ini tengah disetop. Sejak awal 2025 hingga kini penyaluran untuk operasi pasar Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) hanya 181.173 ton. Sementara, outlet bantuan pangan beras yang sudah diputuskan akan disalurkan Januari-Februari 2025 pun distop.
Salah satu implikasinya adalah gudang BULOG berkapasitas 3,7 juta ton penuh dan kini sewa gudang berkapasitas 1,4 juta ton. Hal itu berdampak pada sisi pengeluaran Bulog di triwulan I-2025 yang merugi sebesar Rp1,4 triliun.
Untuk itu, upaya penyaluran beras Bulog perlu dilakukan. Dengan asumsi stok saat ini mencapai 4 juta ton dan Bulog diharapkan dapat menyimpan stok 1,2 juta ton di akhir tahun. Maka, penyaluran per bulan harus mencapai 400 ribu ton sampai akhir tahun.
Namun, menurutnya sepanjang sejarah penyaluran mencapai 400 ribu ton setiap bulan tidak mudah dilakukan baik untuk operasi pasar maupun bantuan pangan beras.
Sebagai gambaran, ketika krisis ekonomi parah 1997-1998 serapan operasi pasar hanya dua kali bisa mencapai di atas 400 ribu ton beras sebulan.
Gambaran lainnya adalah penyaluran beras tahun 2024 yang mencapai 3,6 juta ton atau 308 ribu ton per bulan. Jumlah ini melampaui penyaluran bulanan kala masih ada beras miskin (raskin).
"Sepanjang sejarah Bulog penyaluran, untuk operasi pasar, bantuan dan lainnya, jarang bisa mencapai 400 ribu ton/bulan," jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengklaim tingginya pasokan beras mencapai 4 juta ton tak luput dari kebijakan kenaikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah Kering Panen (GKP) sebesar Rp. 6.500/kg.
"Presiden Prabowo memberi perhatian luar biasa pada pertanian. Penetapan HPP GKP sebesar Rp6.500/kg dan penghapusan sistem rafaksi menjadi bukti nyata. Petani kini menikmati harga jual yang menguntungkan, bahkan di saat panen raya," imbuhnya.
Baca Juga: Cadangan Beras Pemerintah Capai 3,7 Juta Ton, Bulog: Yang Rusak Kecil
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras nasional pada Januari-Mei 2025 diperkirakan mencapai 16,55 juta ton, meningkat tajam 11,95% dari tahun sebelumnya. Capaian tersebut juga sejalan dengan kinerja serapan Bulog yang mencatat rekor tertinggi dalam 57 tahun terakhir.
Hingga akhir Mei 2025, Bulog telah menyerap lebih dari 2,4 juta ton beras lokal, melonjak lebih dari 400% dibandingkan rata-rata serapan dalam periode sama 5 tahun terakhir yang hanya berada di kisaran 1,2 juta ton.
Ini menunjukkan bahwa produksi dalam negeri tidak hanya meningkat, tapi juga diserap secara masif langsung dari petani. Langkah ini efektif memperkuat cadangan nasional dan menjaga kestabilan harga di tingkat petani," tuturnya.
Amran menegaskan bahwa pencapaian 4 juta ton bukan sekadar angka statistik, melainkan simbol kuat dari meningkatnya kesejahteraan petani dan kemandirian bangsa.
"Dulu saat panen raya, harga gabah kerap anjlok dan petani merugi. Kini, mayoritas petani bisa menjual GKP minimal Rp6.500 per kg sesuai HPP, bahkan lebih. Ini buah dari kebijakan yang berpihak pada petani," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News