Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi virus corona hingga saat ini masih menjadi sentimen utama penerimaan perpajakan. Meski demikian, pemerintah tetap menjalankan dua fungsi perpajakan yakni sebagai budgetair dan regulerend. Dalam konsisi seperti itu, otoritas bergegas mengatur strategi kebijakan perpajakan pada 2021.
Pelaksana Tuga (Plt) Kepala Pusat Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Pande Putu Oka mengatakan dengan memperhatikan dinamika dan dukungan ekonomi nasional, kebutuhan optimalisasi penerimaan negara 2021, maka kebijakan perpajakan difokuskan dalam enam aspek.
Pertama, memberikan insentif fiskal yang lebih tepat dan terukur. Kedua, melakukan relaksasi prosedur untuk mempercepat pemulihan ekonomi. Ketiga, menyempurnakan peraturan perpajakan. Keempat, memberikan insentif untuk vokasi dan litbang, dan perlindungan untuk masyarakat dan lingkungan.
Kelima, mengoptimalisasikan penerimaan perpajakan melalui perluasan basis pajak melalui peningkatan kepatuhan sukarena, pengawasan dan penegakan hukum yang berkeadilan, serta reformasi organisasi, SDM, IT, dan basis data proses bisnis dan regulasi.
Keenam, mengembangkan layanan kepabeanan dan cukai berbasis digital dan melakukan ekstensifikasi barang kena cukai. Dalam hal ini otoritas fiskal berencana untuk mengenakan cukai pada kantong plastik di tahun ini.
Baca Juga: Ditjen Pajak jabarkan sejumlah tantangan penerimaan pajak pada 2021
“Upaya untuk mendukung pemulihan ekonomi dan reformasi masih berjalan, melalui peran APBN 2021 tergantung keberhasilan pemerintah target penerimaan, perpajakan, mengingat penerimaan 70% dari perpajakan,” kata Pande dalam acara Economic and Taxation Outlook 2021, Kamis (4/2).
Adapun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 pemerintah mematok target penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.444,5 triliun, atau tumbuh 12,6% dari realisasi tahun lalu. Sementara itu, pada 2020 pencapaian penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.282,8 triliun, atau hanya setara 91,3% dari outlook akhir tahun lalu sejumlah Rp 1.404,5 triliun.
Lebih Lanjut, Pande menyampaikan ada sejumlah tantangan perpajakan antara lain perubahan struktur ekonomi dan perkembangan transaksi elektronik, masih diperlukannya dukungan kepada dunia usaha untuk meningkatkan daya saing dan kualitas SDM, basis pajak dan compliance pun masih harus ditingkatkan,
Tak hanya itu, kata Pande risiko penerimaan perpajakan 2021 akan terkendala masalah harga komoditas yang masih rendah, kenerja ekonomi belum pulih sepenuhnya pasca pandemi, dunia usaha masih dalam masa pemulihan, serta upaya ekstensifikasi dan intensifikasi belum dapat optimal pasca pandemi.
Selanjutnya: Kejar penerimaan, Ditjen Pajak bidik potensi di empat sektor ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News