Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fintech lending ilegal atau akrab dikenal dengan pinjaman online (pinjol) ilegal yang menjamur menjadi sorotan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Oleh karenanya, masyarakat perlu hati-hati memilih platform pinjol sebelum memutuskan untuk meminjam.
Sekadar informasi, hingga Agustus 2021, Satgas Waspada Investasi (SWI) telah menutup sebanyak 3.515 fintech lending ilegal. Adapun, aktivitas pemberantasan pinjol ilegal tersebut sudah dilakukan sejak tahun 2018.
Banyaknya masyarakat yang terjebak di pinjol ilegal pun bukanlah tanpa alasan mengingat kebutuhan pinjaman dana saat ini masih tergolong besar. Hingga Agustus 2021 saja, data OJK mencatat, dana pinjaman yang disalurkan fintech lending legal sudah mencapai Rp 249,94 triliun dengan jumlah peminjam mencapai 68,4 juta nasabah.
Juru bicara Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Andi Taufan pun bilang, saat ini masyarakat perlu hati-hati dan memilih khususnya yang sudah terdaftar maupun berizin di OJK. Tak hanya itu, Taufan pun mengingatkan agar menjauhi pinjol-pinjol ilegal yang menawarkan bunga tidak jelas.
Baca Juga: Masih temukan penawaran investasi tanpa izin, ini imbauan dari SWI
Meskipun demikian, Taufan pun tak menutup kemungkinan fintech lending yang legal belum tentu menjadi pilihan yang tepat mengingat kondisi bisnis perusahaan yang bisa naik turun. Namun, fintech legal ini mendapat pengawasan yang ketat dari OJK sehingga dinilai lebih bertanggungjawab.
“Kalau memang OJK melihat ada pertumbuhan yang menurun dari perusahaan ada kebijakan untuk mengembalikan izin usaha dan sepanjang tahun ini hampir 20 yang sudah terdaftar dan diminta mengembalikan izin usahanya karena memang bisnisnya tak berkembang,” ujar Taufan.
Bagi perusahaan yang berkembang, Taufan juga bilang, OJK selalu mendorong untuk perusahaan memperkuat modal dan tata kelola perusahaan juga semakin diperbaiki.
Presiden Direktur Ringan Yudhono Rawis menambahkan, seseorang jika ingin meminjam dana agar terlebih dahulu bisa meluangkan waktunya untuk mengetahui transparansi perusahaan dari situs yang dimiliki untuk melihat kinerja, lisensi, dan pemegang sahamnya.
“Karena kalau misal tiga hal tersebut tidak ada, itu emang modusnya. Sangat mudah untuk mereka hilang dan tidak ada tracenya,” ujar Yudhono.
Tak hanya itu, Yudhono pun mengatakan, pinjol ilegal seringkali menawarkan bunga rendah yang padahal bisa berkali lipat ketika ada penagihan. Menurutnya, bunga rata-rata fintech lending legal di kisaran 1,5% hingga 4% per bulan.
Asal tahu saja, akumulasi pinjaman di Ringan saat ini telah mencapai Rp 46,06 miliar dengan total peminjam yang teregistrasi sebanyak 607 ribu. Sementara itu, limit pinjaman di Ringan pun maksimal sebanyak Rp 20 juta.
Di sisi lain ketika pinjol ilegal marak, beberapa pemain fintech lending pun terus berusaha untuk mengembangkan pangsa pasarnya agar masyarakat bisa memilih pinjol legal. Ambil contoh, Kredifazz yang merupakan pemain baru yang juga baru saja mendapat izin resmi dari OJK.
CEO Kredifazz Alie Tan bilang, saat ini terus fokus untuk memberikan inovasi-inovasi yang dibutuhkan konsumen sehingga banyak yang menggunakannya. Namun, Alie bilang kalau pihaknya tetap memperhatikan kualitas peminjam dengan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang dimiliki.
“Ditambah dengan didapatkannya lisensi resmi pendanaan bersama dari OJK, hal ini tentunya akan dapat menarik minat nasabah untuk menggunakan layanan KrediFazz,” ujar Alie.
Adapun, bunga yang dikenakan KrediFazz saat ini untuk peminjam sebesar 9% per bulan atau 0.3% per hari dengan maksimal dana yang dapat dipinjam adalah Rp 3 juta.
Pemain fintech lainnya, Amartha, yang tahun 2021 ini telah mencatatkan jumlah outstanding loan sebesar Rp 1,2 triliun ini, menjalankan konsep bisnis yang berbasis pada prinsip consumer protection sehingga memastikan para peminjam dapat melunasi pinjaman tanpa membebani kondisi finansialnya.
“Amartha berkomitmen menjalankan konsep bisnis yang bertanggung jawab, tidak membebani borrower dengan pinjaman yang tidak sesuai kemampuan bayarnya (overdebt),” ujar Hadi Wenas, Chief Commercial Officer Amartha.
Sejak pandemi, Wenas pun bilang, pihaknya menerapkan kebijakan yang berfokus pada stabilitas kualitas pinjaman. Misalnya, penggunaan machine learning dalam menentukan credit scoring dan mengerahkan 3000 tenaga lapangan untuk memonitor perkembangan usaha para mitra.
Selanjutnya: Banyak perusahaan pinjol ilegal digerebek, ini daftar pinjol yang resmi di OJK
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News