kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Bank Dunia Ramal Ekonomi Global Hanya Tumbuh 1,7% di 2023


Rabu, 11 Januari 2023 / 10:06 WIB
Bank Dunia Ramal Ekonomi Global Hanya Tumbuh 1,7% di 2023

Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID -  WASHINGTON. Bank Dunia memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia di 2023 pada Selasa (10/1/2023) ke tingkat yang lebih rendah. Alasannya, ekonomi sejumlah negara dunia berada di ambang resesi akibat dampak kenaikan suku bunga bank sentral, masih berlanjutnya perang Rusia di Ukraina, dan mesin ekonomi utama dunia masih terseok-seok.

Melansir Reuters, Bank Dunia memprediksi pertumbuhan PDB global sebesar 1,7% pada tahun 2023. Ini merupakan laju pertumbuhan paling lambat di luar resesi tahun 2009 dan 2020 dalam hampir tiga dekade. 

Dalam laporan Prospek Ekonomi Global sebelumnya, pada Juni 2022, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan global 2023 sebesar 3,0%.

Bank Dunia mengatakan pelambatan besar di negara maju, termasuk pemangkasan tajam prediksi pertumbuhan ekonomi untuk Amerika Serikat dan zona euro menjadi 0,5%, bisa menandakan resesi global baru akan terjadi kurang dari tiga tahun setelah resesi yang terakhir.

“Mengingat kondisi ekonomi yang rapuh, setiap perkembangan baru yang merugikan – seperti inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan, kenaikan suku bunga yang tiba-tiba, lonjakan pandemi COVID-19 atau meningkatnya ketegangan geopolitik – dapat mendorong ekonomi global ke dalam resesi," kata bank dalam sebuah pernyataan yang menyertai laporan tersebut.

Baca Juga: Inilah Kondisi Ekonomi 3 Negara Asia yang Jadi Pasien IMF, Seperti Apa?

Bank Dunia juga bilang, prospek suram akan sangat sulit bagi pasar negara berkembang. Pasalnya, negara-negara ini harus berjuang dengan beban utang yang berat, mata uang yang lemah dan pertumbuhan pendapatan, dan investasi bisnis yang melambat.

"Kelemahan dalam pertumbuhan dan investasi bisnis akan memperparah kondisi yang sudah menghancurkan bidang pendidikan, kesehatan, kemiskinan dan infrastruktur serta tuntutan yang meningkat dari perubahan iklim," kata Presiden Bank Dunia David Malpass dalam sebuah pernyataan.

Pertumbuhan China pada 2022 merosot menjadi 2,7%. Ini merupakan laju pertumbuhan paling lambat kedua sejak pertengahan 1970-an setelah 2020, yang disebabkan oleh  pembatasan nol-COVID, gejolak pasar properti, dan menurunnya tingkat konsumsi, produksi, dan investasi. 

Kendati demikian, Bank Dunia memperkirakan, ekonomi China akan mengalami rebound dengan pertumbuhan mencapai 4,3% untuk tahun 2023. Akan tetapi, prediksi itu 0,9 poin di bawah perkiraan Juni karena parahnya gangguan COVID dan melemahnya permintaan eksternal.

Bank Dunia mencatat bahwa tekanan inflasi mulai mereda menjelang akhir tahun 2022, di mana harga energi dan komoditas mulai menurun. Akan tetapi, lembaga keuangan internasional ini memperingatkan bahwa risiko gangguan pasokan baru cukup tinggi, dan inflasi inti yang meningkat dapat bertahan dalam beberapa waktu ke depan. 

Baca Juga: Sri Mulyani Sebut 3 Negara di Asia Telah Menjadi Pasien IMF

Kondisi ini dapat menyebabkan bank sentral merespons dengan menaikkan suku bunga lebih dari yang diperkirakan saat ini, yang bisa memperburuk perlambatan global.

Bank menyerukan untuk memberikan dukungan dari komunitas internasional untuk membantu negara-negara berpenghasilan rendah dalam menghadapi guncangan pangan dan energi, masyarakat yang terlantar akibat konflik, dan meningkatnya risiko krisis utang. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

×