Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pangan Nasional secara resmi memberlakukanya Harga Eceran Tertinggi (HET) baru komoditas beras. Hal ini menyusul terbitnya Peraturan Badan Pangan Nasional No 7 Tahun 2023 tentang Harga Eceran Tertinggi Beras.
Merespon hal ini, Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori, menilai pemberlakuan HET beras tidak pernah efektif.
Merajuk Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), dari September 2017 hingga Maret 2023 harga beras selalu lebih tinggi daripada HET yang ditetapkan.
"Kalau hampir 5,5 tahun berlalu tak efektif kenapa HET beras tetap diberlakukan? Apakah masih perlu trial and error lagi? Bukankah sudah banyak penggilingan yang gulung tikar?," kata Khudori pada Kontan.co.id, Minggu (2/4).
Baca Juga: Badan Pangan Nasional Terbitkan HET Beras Baru, Berikut Daftar Lengkapnya
Khudori mengatakan, banyak pedagang dan penggilingan yang dirugikan adanya HET beras. Mereka harus melakukan penyesuaian dengan HET, sementara ongkos modal masih lebih tinggi dari pada HET yang ditetapkan.
"Bukankah penggilingan dan pedagang beras masih trauma dengan kehadiran Satgas Pangan untuk mengamankan HET? Jangan sampai jatuh korban-korban baru yang mestinya tidak perlu," pungkas Khudori.
Selain itu, menurutnya HET seharusnya tidak diberlakukan pada beras kualitas premium yang mayoritas konsumen adalah mereka dari kalangan atas. Menurutnya, HET dibuat agar harga beras terjangkau oleh rata-rata daya beli masyarakat.
Jika konsisten dengan latar itu, konsumen yang hendak disasar sudah jelas yaitu kaum miskin. Karena itu, HET seharusnya hanya mengatur jenis beras medium untuk segmen warga kebanyakan, bukan konsumen tajir.
Sama halnya, dengan komoditas lain beras merupakan komoditas yang dapat diproses lebih lanjut agar mendapatkan nilai tambah. Proses ini membutuhkan investasi dan teknologi yang juga memperbesar harga produksi.
"Karena itu harga jualnya lebih mahal, segmen yang dibidik pengelola beras mereka yang berduit. Mengapa negara musti sibuk mengurus konsumen tajir yang tak terkendala daya beli. Bukankah mereka membeli nilai tambah dan ekslusivitas?," ungkap Khudori.
Dengan demikian, kata dia, adanya HET beras premium hanya akan menutup peluang bagi para inovator untuk meningkatkan nilai tambah beras.
Baca Juga: Harga Beras di Pasar Sudah Melebihi HET Terbaru
Diketahui, dalam Perbadan tersebuut, Pemerintah mengatur HET beras berdasarkan zonasi. Untuk Zona 1 meliputi Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, dan Sulawesi, HET beras medium senilai Rp10.900 per kg, sedangkan beras premium Rp13.900 per kg.
Sementara itu, untuk Zona 2 meliputi Sumatera selain Lampung dan Sumsel, NTT, dan Kalimantan, HET beras medium sebesar Rp11.500 per kg dan beras premium Rp.14.400 per kg.
Adapun zona tiga meliputi Maluku dan Papua, HET beras medium sebesar Rp11.800 per kg, dan untuk beras premium sebesar Rp14.800 per kg.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News