Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023.
Melalui aturan tersebut, para eksportir diwajibkan menyimpan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) paling sedikit 30% dalam sistem keuangan Indonesia dengan jangka waktu minimal tiga bulan. Ketentuan ini berlaku bagi hasil barang ekspor pada sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan dan perikanan.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, penerbitan aturan tersebut diperkirakan akan mendorong peningkatan devisa serta likuiditas dolar Amerika Serikat (AS) di dalam negeri.
Baca Juga: Pemerintah Disarankan Segera Terbitkan Aturan Turunan Devisa Hasil Ekspor SDA
"Menurut perhitungan kami, potensi masuknya likuiditas dolar AS setiap bulannya akan berkisar US$ 1 miliar hingga US$ 2,25 miliar," ujar Josua kepada Kontan.co.id, Jumat (14/7).
Dalam PP Nomor 36/2023 tersebut, pemerintah mewajibkan eksportir untuk menempatkan DHE di instrumen yang ditetapkan minimal 30% dari total transaksi untuk eksportir SDA.
Nah, Josua bilang, total kontribusi ekspor SDA tercatat kurang lebih 30% dari total ekspor di tahun 2022, atau di kisaran 20% pada saat kondisi sebelum commodity boom.
Oleh karena itu, ketika aturan ini mulai diterapkan, diperkirakan supply dolar AS dalam negeri akan meningkat, sehingga mendorong stabilitas nilai tukar rupiah ke depannya.
"Meskipun demikian, penerbitan PP tersebut belum mencakup perluasan basis eksportir yang awalnya diwacanakan diperluas hingga eksportir produk manufaktur," katanya.
Selain itu, Josua juga memperkirakan penerapan DHE ini akan mendorong perluasan term deposit (TD) valas dari Bank Indonesia (BI) yang sudah diluncurkan pada awal kuartal I-2023, mengingat hingga saat ini, tenor yang diminati hanya tenor di kisaran satu bulan.
Baca Juga: Mulai 1 Agustus 2023, Eksportir Wajib Simpan DHE SDA Selama 3 Bulan di Dalam Negeri
Dari sisi pengusaha, ia mengatakan, penerapan aturan DHE ini berpotensi mempengaruhi fleksibilitas dalam penggunaan cash flow dari hasil ekspor lantaran 30% dari transaksi ekspor harus ditempatkan di dalam negeri.
Menurutnya, ekspansi dari para eksportir berpotensi terhambat akibat terbitnya aturan ini, terutama pada tiga bulan awal penerapan, karena siklusnya yang baru berjalan.
"Dengan potensi dari normalisasi harga komoditas global yang berlanjut, profitabilitas eksportir akan semakin tertahan, karena potensi margin yang semakin kecil," terang Josua.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News