kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

APSI: Pembangunan pengelolaan limbah medis B3 tak hanya fokus di Pulau Jawa


Jumat, 30 Juli 2021 / 06:50 WIB
APSI: Pembangunan pengelolaan limbah medis B3 tak hanya fokus di Pulau Jawa

Reporter: Ratih Waseso | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah sedang mencari cara untuk mengatasi melonjaknya limbah medis akibat pandemi virus corona (Covid-19). Limbah medis tersebut dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Oleh karena itu pengolahannya perlu dilakukan secara khusus.

Pemerintah pun sudah menyiapkan anggaran sebesar Rp 1,3 triliun untuk membantu pengolahan limbah tersebut. Selain itu, pemerintah akan dibangun fasilitas pengolahan limbah B3 medis. 

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI), Saut Marpaung menuturkan, pembangunan pengelolaan limbah B3 medis sebaiknya dilakukan secara regional di tiap pulau.

Selama ini, pengelolaan dan pengolahan limbah medis B3 hanya ada di Pulau Jawa. Dengan kondisi tersebut biaya pengangkutan limbah medis B3 menjadi tinggi dan tidak efisien.

"Saya dorong pemerintah untuk membangun pusat-pusat pengolahan di luar rumah sakit supaya bisa melayani kepentingan kepentingan limbah medis dari semua kawasan layanan kesehatan ada dari klinik dari bidan, puskesmas, dokter termasuk juga limbah medis rumah tangga kan sekarang banyak juga masyarakat yang melakukan isoman," jelas Saut saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (29/7).

Baca Juga: Pemerintah buka peluang swasta bangun fasilitas pengolah limbah B3

Saut menambahkan, dengan anggaran tersebut diharapkan mampu dibangun beberapa pengolahan limbah medis B3 yang mampu menampung kebutuhan hingga tiga provinsi. Jika rencana anggaran hanya untuk pengembangan insinerator tingkat rumah sakit dinilai kurang maksimal.

"Misal di insinerator di rumah sakit tuh kapasitasnya kecil. Kalau pengolahannya di luar rumah sakit atau netral artinya bisa semua terlayani dan disesuaikan dengan kebutuhan regional itu. Saya kira Sumatra butuh dua, Sulawesi dua, Kalimantan dua, yang lainnya satu seperti NTB, Maluku, Papua," jelasnya.

Selain pembangunan per regional Saut juga menekankan pentingnya edukasi bagi masyarakat untuk melakukan pemilahan sampah medis B3. Terutama saat ini banyak masyarakat yang melaksanakan isolasi mandiri di rumah.

"Saya juga berharap pemerintah untuk juga menganggarkan pengelolaan sampah medis di rumah tangga, perlu ada sosialisasi pemilahan limbah medis. Kemudian dibedakan ketika di angkut karena ini kan limbah medis udah infeksius kan harus dibedakan," paparnya.

Dari perkiraan hitungan Saut satu tempat pengolahan limbah medis B3 membutuhkan investasi sekitar Rp 300 miliar. "Sekitar Rp 50 miliar untuk alatnya aja, belum lahan, satu tempat itu mungkin sekitar Rp 300 miliar itu skala lumayan," imbuhnya.

Baca Juga: KLHK antisipasi sampah medis B3 dari pasien isoman

Selama pandemi diakui limbah medis B3 terutama dari RS yang menangani pasien Covid-19 mengalami lonjakan. Bahkan satu rumah sakit besar yang fokus pada penanganan Covid-19 bisa menghasilkan dua hingga tiga kali limbah medis B3 dibandingkan sebelum pandemi.

"Masa Covid-19 ini mulai dari makanan, tisu bahkan botol air bisa jadi limbah medis karena di ruangan penanganan Covid-19, tidak bisa dipilah karena semua limbah B3, dan begitu memang prosedurnya," kata Saut.

Selanjutnya: Pemerintah relaksasi izin dan bangun fasilitas pemusnah limbah medis Covid-19

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×