Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) melihat permintaan bijih nikel saprolite (kadar tinggi) akan semakin meningkat sejalan dengan makin banyaknya pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) Pirometalurgi. Namun sayang, peningkatan jumlah smelter ini tidak diikuti dengan bertambahnya cadangan bijih nikel kadar tinggi.
Sekretaris Jenderal APNI, Meidy Katrin Lengkey menjelaskan di Pomalaa, Sulawesi Tenggara akan dibangun Kawasan Industrial Park dari upsteam to downstream nikel.
Nantinya kawasan industri ini tidak hanya mengolah bijih nikel menjadi MHP yang merupakan bahan utama baterai berbasis nikel untuk kendaraan listrik dan nikel sulfat saja, tetapi hingga prekursor dan baterai untuk kendaraan listrik.
Baca Juga: Kalah Lawan Uni Eropa soal Nikel, Jokowi Titahkan ke Menlu Jangan Mundur
Menurut data APNI di 2023 sudah ada 199 furnace berdiri di Indonesia dari 43 pabrik pengolahan bijih nikel. Sementara di tahun lalu dari 135 furnance telah menyerap bijih nikel sekitar 140 juta ton.
Lebih rinci, ada sekitar 38 pabrik pirometalurgi yang mengolah bijih nikel menjadi Nickel Pig Iron (NPI) sampai nikel matte sampai stainles steel. Pabrik-pabrik ini akan mengkonsumsi 145 juta ton bijih saprolite atau bijih nikel kadar tinggi di atas 1,6%.
Sedangkan 4 sisanya merupakan pabrik hidrometalurgi yang mengolah bijih nikel menjadi MHP sampai nikel sulfat bahkan sampai prekursor.
“Menurut data APNI, di 2025 akan berdiri 136 pabrik pengolahan bijih nikel akan mengkonsumsi 400 juta ton bijih nikel di mana pabrik-pabrik ini dominan mengkonsumsi saprolit, sementara cadangannya tidak mencukupi,” jelasnya dalam Workshop Virtual INPIST, Rabu (11/1/2023).Rabu (11/1).
Sedangkan hanya 10 pabrik di antaranya merupakan hidrometalurgi yang akan mengkonsumsi bijih nikel kadar rendah atau limonit sekitar 50 juta ton. Lewat asumsi permintaan bijih nikel saprolite di 2025 semakin tinggi, APNI mempertanyakan bagaimana nasib pabrik pirometalurgi atau pabrik lainnya akan kekurangan bahan baku bijih nikel.
Sementara itu di area Pomalaa, Sulawesi Tenggara, PT Vale Indonesia menggenggam 24.000 hektar lahan yang menyimpan bijih nikel saprolite yang melimpah tetapi tidak dimaksimalkan.
Baca Juga: Jokowi Ungkap Rencana Stop Ekspor Tembaga pada Pertengahan Tahun Ini
“Nah bagaimana PT Vale bisa mendukung pabrik-pabrik olahan yang sudah berdiri? Sedangkan mereka sebagai Kontrak Karya (KK) tidak diperbolehkan untuk melakukan jual beli raw material,” kata Meidy.
Meidy berandai, jika kontrak KK Vale diperpanjang, lantas pembangunan proyek smelter Bahodopi dan Pomalaa rampung, akankah Vale terus menggunakan bijih nikel saprolite. Sedangkan cadangan bijih nikel kadar tinggi diperkirakan tidak mencukupi seiring dengan pertumbuhan industri pengolahan yang akan berdiri hingga beberapa tahun mendatang.
Maka itu APNI juga mempertanyakan dukungan PT Vale Indonesia yang memiliki sumber daya melimpah yang dibutuhkan industri.
“Apakah ada dukungan dari PT Vale? Karena bijih nikel dalam tambang lama-lama kan habis, bijih nikel ini kan gak beranak, jadi apakah PT Vale akan mendukung pabrik olahan yang lain di luar kerja sama PT Vale itu sendiri?,” ujarnya.
Melansir Booklet Nikel Kementerian ESDM 2020, cadangan bijih nikel kadar tinggi sebanyak 2,6 miliar ton. Dengan asumsi kapasitas input smelter 95,5 juta ton/tahun maka umur cadangan hanya sampai 27 tahun ke depan atau 2047.
Baca Juga: Mind Id Siap Ambil Alih 11% Saham Divestasi Vale Indonesia (INCO)
Sedangkan untuk cadangan bijih nikel kadar rendah sebanyak 1,7 miliar ton. Dengan asumsi kapasitas input smelter 24 juta ton/tahun maka umur cadangannya 73 tahun.
Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhappi), Rizal Kasli pernah memaparkan kepada Kontan bahwa jumlah pabrik pengolahan nikel dengan teknolog pirometalurgi berjumlah cukup banyak dan jumlahnya terus bertambah. Sementara itu, jumlah cadangan bijih nikel tipe saprolite yang menjadi bahan baku teknologi pirometalurgi tidak mengalami peningkatan signifikan.
“Berdasarkan data dari KESDM, dengan memperhitungkan kebutuhan bahan baku nikel saprolite versus data cadangan nikel tipe saprolite, maka umur operasi pabrik pengolahan dengan teknologi peleburan ini, tidak sampai berumur 10 tahun,” terangnya.
Cadangan bijih nikel yang cukup besar jumlahnya, adalah nikel tipe limonite, dengan jumlah sekitar 3,6 miliar ton. Sementara itu, pabrik pengolahan nikel yang bisa mengolah nikel tipe limonite, yaitu pabrik berteknologi hidrometalurgi masih terbatas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News