kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Agar Proyek Smelter Cepat Kelar, Begini Usul Pengamat


Jumat, 30 Desember 2022 / 07:15 WIB
Agar Proyek Smelter Cepat Kelar, Begini Usul Pengamat

Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat Industri Pertambangan, Simon Sembiring mengusulkan agar pemerintah memberikan hukuman berupa kenaikan tarif bea keluar atas ekspor konsentrat bagi perusahaan yang terlambat menyelesaikan target pembangunan smelter sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. 

Sebagai informasi, dalam Undang-Undang No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), Pasal 170A tertulis pemegang Kontrak Karya (KK), Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi, atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi Mineral Logam dapat melakukan penjualan produk Mineral logam tertentu yang belum dimurnikan dalam jumlah tertentu ke luar negeri dalam jangka waktu paling lama 3 tahun sejak UU ini mulai berlaku. 

Adapun UU Minerba telah diberlakukan pada 10 Juni 2020. Artinya ekspor mineral konsentrat akan dilarang ekspor pada Juni 2023 mendatang. 

Baca Juga: Perhapi: Industri Tembaga Belum Siap Jalani Larangan Ekspor Konsentrat pada 2023

Simon mengatakan, kalau smelter sudah dibangun tentu sudah ada kemajuan fisik sehingga ada komitmen dari perusahaan bersangkutan untuk membangun fasilitas pemurnian dan pengolahan konsentrat mineral. 

Lantas, jika pembangunan smelter tersebut jadwalnya molor dari ketentuan yang ditetapkan dalam UU Minerba, Simon mengusulkan agar pemerintah memberikan hukuman berupa kenaikan tarif bea keluar untuk ekspor konsentrat mineral. 

“Harus ada sanksi. Selama ini (konsentrat) diharuskan bayar biaya ekspor. Apakah nanti akan naik atau bagaimana,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Kamis (29/12). 

Yang penting, kata Mantan Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM periode 2001-2008, pemerintah terus memeriksa sudah berapa jauh pembangunan smelter tersebut. “Kalau misalnya baru 30% pembangunannya mungkin tarif bea keluarnya dinaikkan, kan boleh-boleh saja, iya dong. Harus ada juga hukuman, itu rakyat senang kalau gitu,” tandasnya. 

Dia menjelaskan lebih jauh, bisa jadi di 2023 pemerintah mengkalkulasikan sejauh mana perkembangan pembangunan smelter, kemudian perusahaan bersangkutan membuat komitmen baru perihal target rampungnya smelter. Jika sampai waktu yang ditentukan tidak juga tercapai, bisa saja pemerintah menaikkan kembali tarif bea keluarnya.  

“Misalnya 2023 baru 70% lalu komitmen akan selesai dalam waktu 3 tahun, begitu tidak  sesuai janji maka tambah lagi biaya ekspornya. Jadi selalu ada hukuman dan reward supaya serius. Kalau tidak begitu kan berleha-leha terus,” tegasnya. 

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menegaskan pelarangan ekspor konsentrat tembaga tetap berpegang pada amanat di dalam UU Minerba dan timeline utama pembangunan smelter. 

Baca Juga: Ada Larangan Ekspor Bahan Mentah, Kadin Harap Hilirisasi Bauksit Bisa Sesukses Nikel

“Kita pegang timeline utama sebelum jatuh (tempo) kan ada pengajuan ini itu, kita akan lihat,” jelasnya saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (23/12).  

Pihak Kementerian ESDM akan melihat kembali apakah dalam prosesnya pembangunan smelter mengalami gangguan-gangguan besar misalnya saja pandemi Covid-19. 

“Kalau ada itu kita juga perhatiin, nanti lihat waktu (delay-nya) berapa pasnya,” ujarnya.

Melansir catatan Kontan.co.id, konsentrat tembaga Indonesia masih dominan untuk pasar ekspor. Misalnya saja PT Freeport Indonesia yang memproduksi 3,1 juta ton konsentrat tembaga di 2022 di mana sekitar 1 juta ton atau 40% untuk kebutuhan dalam negeri. Sisanya, 2,1 juta ton atau 60% masih diekspor. 

Adapun untuk menyerap seluruh produksi konsentrat tembaganya, Freeport Indonesia melalui PT Smelting hendak meningkatkan kapasitas smelter tembaga di Gresik, Jawa Timur. Saat ini  PT Smelting mampu memurnikan dan mengolah 1 juta ton konsentrat tembaga untuk menghasilkan 300.000 ton katoda tembaga per tahun. Rencananya, PT Smelting akan menambah kapasitas smelter tersebut sebesar 30% menjadi 330.000 ton per tahun. 

Namun itu saja belum cukup untuk menyerap seluruh konsentrat tembaganya ke dalam negeri. Saat ini Freeport Indonesia dalam proses membangun smelter Manyar di JIIPE dengan kapasitas 2 juta ton katoda tembaga per tahun yang ditargetkan selesai pada Desember 2024.  Hingga bulan Oktober 2022 progres smelter Freeport Indonesia hampir mencapai 45,5%. 

Arifin mengungkapkan, Freeport Indonesia akan segera memiliki dua smelter, di mana satu sudah dibangun tetapi ada bottleneck (belum bisa bekerja secara optimal). 

“Yang eksisting akan dinaikin sehingga bisa menyerap lebih banyak, itu kelar earlier,” jelasnya. 

Arifin menyatakan, kenaikan kapasitas di PT Smelting akan selesai di pertengahan tahun depan. “Di 2023, ya sepertinya di pertengahan tahun lah,” ujarnya. 

Baca Juga: Kadin: Larangan Ekspor Bauksit Dukung Industri Smelter Dalam Negeri

Sebelumnya, VP Corporate Communication PT Freeport Indonesia, Riza Pratama menyatakan, sesuai dengan kurva-S penyelesaian konstruksi smelter yang saat ini disepakati dan digunakan oleh PTFI dan Pemerintah, ditargetkan konstruksi smelter akan selesai pada akhir Desember 2023. 

Kemudian, aktivitas pembangunan dilanjutkan dengan pre-commissioning dan commissioning sehingga smelter baru akan diistart up pada bulan Mei 2024. Selanjutnya ramp up operasi akan berlanjut dan diharapkan mencapai operasi komersial penuh pada bulan Desember 2024.

“Kurva-S penyelesaian pembangunan smelter PTFI telah meng-incorporate dampak pandemi Covid-19 yang terjadi sejak awal 2020 hingga sejauh ini. Kurva-S tersebut juga masih memenuhi mandat waktu penyelesaian pembangunan smelter yang diamanatkan oleh IUPK PTFI,” ujar Riza beberapa waktu lalu. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

×