kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

60 Negara Diprediksi Memasuki Situasi Debt Distress, Apa Itu?


Kamis, 27 Oktober 2022 / 04:10 WIB
60 Negara Diprediksi Memasuki Situasi Debt Distress, Apa Itu?
ILUSTRASI. Saat ini ada lebih dari 60 negara yang diperkirakan memasuki situasi kesulitan utang yang memicu terjadinya krisis utang.

Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie, Dendi Siswanto | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut, saat ini ada lebih dari 60 negara yang diperkirakan memasuki situasi debt distress (kesulitan utang).

Melansir laman IMF, debt distress adalah suatu kondisi di mana suatu negara tidak dapat memenuhi kewajiban keuangannya dan restrukturisasi utang diperlukan. Default atau gagal bayar dapat menyebabkan negara peminjam kehilangan akses pasar dan menderita biaya pinjaman yang lebih tinggi, selain merugikan pertumbuhan dan investasi.

Beberapa faktor menentukan berapa banyak utang yang dapat dipikul suatu negara sebelum bebannya menjadi terlalu banyak. Daya dukung utang suatu negara bergantung pada beberapa faktor.

Di antaranya kualitas institusi dan kapasitas pengelolaan utang, kebijakan, dan fundamental makroekonomi. Kapasitas suatu negara untuk menanggung utang dapat berubah dari waktu ke waktu, karena juga dipengaruhi oleh lingkungan ekonomi global.

Oleh karenanya, negara-negara harus siap untuk menjaga agar utang tetap berkelanjutan dan memastikannya tidak membahayakan pertumbuhan dan stabilitas. 

Kondisi debt distress tersebut memicu terjadinya krisis utang maupun krisis keuangan dan krisis ekonomi. Salah satunya seperti yang terjadi di negara Sri Lanka.

"Lihat apa yang terjadi di Sri Lanka, barangkali Anda semuanya melihat dalam bentuk foto-foto atau kejadian krisis politik, krisis sosial, dan krisis ekonomi yang kompleks," ujar Sri Mulyani dalam Leaders Talk Series #2 "Indonesia Energy Investment Landscape", Rabu (26/10).

Menurut Sri Mulyani, ada beberapa faktor yang menyebabkan sejumlah negara terlilit utang saat ini. Utang bermula saat pandemi Covid-19 yang membuat APBN suatu negara bekerja keras untuk memulihkan sektor kesehatan dan ekonomi.

Akan tetapi, seiring pandemi yang semakin terkendali dan pulihnya ekonomi, terjadi disrupsi dari sisi rantai pasok akibat melonjaknya permintaan. 

Kondisi inilah yang memicu terjadinya kenaikan harga komoditas. Kondisi diperparah akibat terjadinya perang Ukraina dan Rusia.  

Baca Juga: Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia 2023 Menantang, IMF: The Worst is Yet to Come

Untuk itu, Bendahara Negara ini mengingatkan bahwa situasi tersebut perlu diwaspadai. Hal ini lantaran proyeksi pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan melemah dan kemungkinan masuk ke jurang resesi di beberapa negara. 

Adapun sejumlah negara yang kemungkinan jatuh ke jurang resesi adalah sejumlah negara di Eropa. Beberapa negara harus melakukan berbagai macam pengetatan baik dari sisi fiskal dan moneter.

Sri Mulyani bilang, pemerintah akan terus menjaga momentum pemulihan ekonomi di Indonesia, mengingat pelemahan ekonomi akan memberikan dampak kepada keseluruhan dunia.

Baca Juga: Sri Mulyani: APBN Bantu Dorong UMKM Berkembang

"Namun kita tetap waspada karena kecenderungan harga-harga yang meningkat dari pangan maupun energi maupun terjadinya penguataan dolar AS bisa menimbulkan imported inflation. Semua negara sedang menghadapi inflasi yang tidak mudah," pungkas Menkeu.

Inflasi yang tinggi di banyak negara mengharuskan otoritas moneter melakukan respons dengan menaikkan suku bunganya dan pengetatan likuditas.

Dengan kondisi tersebut, dirinya menilai bahwa di era saat ini banyak negara yang sudah rapuh lantaran pada saat pandemi Covid-19 banyak negara yang telah melakukan langkah langkah luar biasa termasuk menggunakan instrumen fiskalnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

×