kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengatasi oversuplai dengan menerapkan ekspor listrik dinilai kurang efektif


Kamis, 21 Januari 2021 / 10:50 WIB
Mengatasi oversuplai dengan menerapkan ekspor listrik dinilai kurang efektif

Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian ESDM mencoba menangkap peluang untuk mengekspor listrik ke negara tetangga, yakni ke Singapura, seiring adanya kondisi kelebihan pasokan listrik. Hanya saja, upaya tersebut dinilai tidak mudah terwujud.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai, ekspor listrik sebenarnya dimungkinkan terjadi namun kecenderungannya terbatas. “Apalagi kalau ekspor listrik tersebut berasal dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU),” ujar dia, Rabu (20/1).

Menurutnya, negara-negara Asia Tenggara seperti Malaysia dan Singapura kemungkinan lebih memilih impor listrik dari energi terbarukan ketimbang PLTU yang berbasis batu bara. Alhasil, kalaupun ekspor listrik terjadi pada segmen waktu tertentu, kegiatan tersebut diperkirakan tidak berlangsung secara berkelanjutan sepanjang waktu.

Fabby pun lebih menekankan upaya-upaya pencegahan kelebihan pasokan di dalam negeri. Misalnya, renegosiasi waktu operasional pembangkit dari proyek listrik 35.000 megawatt (MW) yang sedang konstruksi, penghentian PLTU-PLTU berusia tua, hingga penetapan batasan emisi gas rumah kaca untuk PLTU.

Baca Juga: Proyek listrik 35 GW rawan oversuplai, ini upaya yang perlu ditempuh pemerintah

Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebut, upaya untuk ekspor listrik sedang dikaji oleh pemerintah. Adapun sasarannya adalah Singapura dengan menyambungkan listrik melalui ASEAN Grid dari Sumatera ke Malaysia.

Sebenarnya, alih-alih mengekspor, Indonesia sudah lebih dahulu melakukan impor listrik dari Serawak, Malaysia. Hal ini terlihat dari realisasi impor listrik Indonesia yang tercatat sebesar 0,54% pada tahun 2020. Rasio impor listrik merupakan indikator yang mengukur tingkat kemandirian ketenagalistrikan di Indonesia.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana menjelaskan, sebagian listrik yang dikonsumsi di Indonesia didatangkan dari luar negeri. Nah, listrik dari Malaysia tersebut disalurkan ke sebagian wilayah Kalimantan Barat.

Adapun proses impor listrik tersebut melalui kerja sama bilateral business to business yang bersifat korporasi antara PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dengan perusahaan listrik asal Malaysia, SESCO. “Jadi, perkiraannya impor listrik kita 0,54% itu setara dengan 100 MW—120 MW,” pungkas Rida saat konferensi pers virtual, Rabu (13/1) pekan lalu.

Selanjutnya: Proyek pembangkit 35.000 MW dinilai akan sulit terealisasi sesuai rencana

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×