kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kerja sama REDD+ Indonesia dengan Norwegia diakhiri, begini sebabnya


Kamis, 23 September 2021 / 04:30 WIB
Kerja sama REDD+ Indonesia dengan Norwegia diakhiri, begini sebabnya

Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Indonesia mengakhiri kerja sama pengurangan emisi gas rumah kaca dengan Norwegia. Kerja sama itu tertuang dalam Letter of Intent (LoI) antara Kerajaan Norwegia tentang Kerja Sama Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (Reducing Greenhouse Gas Emissions from Deforestation and, Forest Degradation/REDD+).

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan, kerjasama tersebut ditandatangani pada Mei 2010 dan sebetulnya sudah berakhir pada Mei 2020. Keputusan mengakhiri kerjasama tersebut telah diambil setelah melalui proses konsultasi intensif antara Indonesia dengan Norwegia untuk mempelajari perkembangan selanjutnya.

“Tetapi yang terjadi kemudian selama proses 2020 Mei sampai dengan sekarang terkait juga dengan result based payment, itu tidak bisa ditemukan hal-hal yang sepakat secara prinsip,” ujar Siti dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, Rabu (22/9).

Siti menyatakan, Pemerintah Norwegia sebenarnya sudah harus membayar result based payment (RBP). Berdasarkan perjanjian, Pemerintah Norwegia seharusnya sudah harus memberikan RBP sebesar US$ 56 juta. Hal ini atas kinerja Indonesia dalam pengurangan emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan untuk periode tahun 2016-2017 sebesar 11,23 juta ton CO2 equivalent dengan nilai sebesar US$ 56 juta.

Baca Juga: KLHK minta penambangan emas tanpa izin di Sulawesi Utara dihentikan

Namun dalam prosesnya, pemerintah Norwegia mempersyaratkan banyak hal. Seperti evaluasi BPDLH dan ketentuan-ketentuan tentang dana lingkungan yang diminta untuk dievaluasi menurut aturan Pemerintah Norwegia. Sehingga terdapat hal-hal yang sangat prinsip yang tidak menemukan titik temu antara kedua belah pihak.

“Oleh karena itu, pemerintah memutuskan untuk tidak memperpanjang (LoI REDD+ dengan Norwegia),” ucap Siti.

Sebelumnya, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Alue Dohong mengatakan, realisasi pembayaran RBP Norwegia tahap pertama senilai US$ 56 juta sudah melalui serangkaian tahapan proses yang panjang dimana kedua belah pihak sudah sepakat bersama. Pemerintah Indonesia sudah memenuhi semua syarat-syarat yang diminta, namun pembayaran belum terealisasi hingga awal februari 2021.

Padahal, kesepakatan atas angka capaian pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) yang terverifikasi dan rencana pembayarannya telah diumumkan bersama antara Wamen LHK dan Dubes Norwegia melalui konferensi pers pada 27 Mei 2020. Kesepakatan tersebut kemudian juga telah diformalkan lewat forum Joint Consultation Group (JCG) meeting antara Pemerintah RI dan Norwegia yang dilaksanakan pada tanggal 2 Juli 2020.

Pemerintah Norwegia pun sudah mengumumkan melalui rilis resmi Menteri Iklim dan LH pada tanggal 3 Juli 2020 yang menyatakan bahwa bersedia untuk membayar US$ 56 juta atau equivalent 530 juta NOK kepada Pemerintah Indonesia.

"Semua sudah kita penuhi tinggal pihak Norwegia bayar. Janjinya akhir tahun 2020 yang lalu akan dikucurkan dananya. Indonesia sudah berkomitmen, BPDLH sudah siap, syarat-syarat sudah kita penuhi tinggal kita tunggu komitmen Pemerintah Norwegia untuk menyelesaikan pembayaran itu," kat Alue.

Selanjutnya: Penggugat polusi udara Jakarta minta Jokowi tak ajukan banding

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×