kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Akan ada insentif bagi pelaku usaha yang menggunakan LCS dalam transaksi ekspor


Jumat, 24 September 2021 / 04:45 WIB
Akan ada insentif bagi pelaku usaha yang menggunakan LCS dalam transaksi ekspor

Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Bank Indonesia (BI) gencar menerapkan local currency settlement (LCS) dalam perdagangan bilateral khususnya kawasan ASEAN. Langkah ini diambil sebagai salah satunya upaya mengurangi tekanan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). 

Saat ini, sudah ada empat negara yang menerapkan LCS dengan Indonesia yakni bank sentral Jepang, Malaysia dan Thailand, yang terbaru, Bank Indonesia bekerja sama dengan bank sentral China atau People's Bank of China (PBoC). Namun, BI akan terus memperluas pengimplementasian LCS ke negara-negara mitra lainnya baik di ASEAN maupun luar ASEAN.

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Internasional BI Doddy Zulverdi mengatakan, transaksi bilateral dengan mata uang lokal ini bukanlah suatu keharusan bagi pelaku usaha. Akan tetapi, pemerintah sedang merumuskan insentif bagi para pelaku usaha yang menerapkan LCS ini. Harapannya, para pelaku usaha akan semakin tertarik untuk menggunakan mata uang lokal dalam setiap transaksi dagang mereka.

"Kita juga coba sinergi dengan pemerintah. Kita sudah ada kesepakatan, saat ini pemerintah sedang dalam kajian untuk membantu memberikan insentif bagi pelaku ekonomi yang menggunakan LCS ini," jelas Doddy secara virtual pada Kamis, (23/9).

Baca Juga: Kerjasama LCS Indonesia-China: Ini daftar bank yang fasilitasi transaksi yuan-rupiah

Dengan demikian, lanjut Doddy, transaksi bilateral dengan mata uang lokal ini tidaklah bersifat mandatory. Menurutnya, penggunaan LCS tergantung pada mekanisme pasar.

"Ini adalah mekanisme pasar, tidak bersifat mandatory. Yang jelas, BI memfasilitasi kerja sama dengan negara mitra, kita juga berikan fleksibilitas kepada bank-bank ACCD yang ditunjuk. Harapannya pelaku ekonomi akan tertarik dengan sendirinya," ucapnya.

Lebih jauh, Doddy menuturkan, BI akan terus memperluas kerja sama transaksi LCS dengan negara-negara lain, terutama mitra dagang. Meskipun demikian, ia belum bisa menjelaskan soal negara-negara mana saja yang akan disasar sebagai tujuan LCS. Sebab, transaksi ini memerlukan persetujuan dari kedua negara yang bersangkutan. 

Doddy juga memastikan negara mitra transaksi LCS selanjutnya masih akan berada dalam kawasan Asia Tenggara. Dengan demikian, sinergi antar kawasan dapat ditingkatkan.

"Masih cukup banyak mitra utama kita, di Asia Timur ada Taiwan, Asia Selatan ada India, di Timur Tengah ada Arab Saudi, Asia Tenggara masih ada Filipina, Australia juga, ini masih masuk di kawasan kita. Kita belum akan keluar kawasan," ujarnya.

LCS merupakan upaya BI untuk meninggalkan dominasi dolar AS dalam transaksi perdagangan dan investasi. Dengan penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan bilateral, permintaan dolar AS berpotensi berkurang setelah BI melakukan kerja sama penyelesaian transaksi bilateral dengan beberapa bank sentral negara Asia. Dilihat dari sisi investasi valas, LCS berpotensi mengurangi porsi permintaan dolar AS, sehingga penguatan dolar AS juga akan berkurang.

Sementara itu, Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, dampak dari implementasi LCS akan mendukung stabilitas nilai tukar rupiah. Selain itu, LCS juga untuk mengurangi volatilitas rupiah. Harapannya, ke depan, nilai tukar rupiah akan lebih stabil lagi. Menurut Josua, semakin volatilitas rupiah tinggi, tentu semakin mudah pula pelemahan nilainya. 

“Transaksi dagang di berbagai negara dengan dolar. Jadi artinya, dolar ini hard currency. Ini bukan hanya dialami oleh Indonesia saja, tapi juga negara-negara berkembang ataupun negara-negara yang nilai mata uangnya masih soft currency. Meskipun ada sentimen pasar, kita harapkan dengan penggunaan LCS ini dalam rangka mengurangi ketergantungan terhadap dolar dan mendorong rupiah tetap berada dalam level fundamentalnya," kata dia.

Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) juga mengapresiasi langkah Bank Indonesia yang menerapkan local currency settlement ini. Menurutnya, selain mengurangi tekanan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, implementasi LCS juga akan memperkuat perekonomian Indonesia. Ketergantungan terhadap dolar AS yang terus turun dalam perdagangan antar negara, tentu akan berdampak terhadap perekonomian dalam negeri. Dengan begitu, ekonomi nasional akan lebih kuat.

"Ini memberikan penguatan terhadap ekonomi kita, dan bisa kita lakukan terhadap negara-negara Asean. Ini juga memberikan dampak-dampak pada perdagangan kita, arus perdagangan kita di asean akan lebih kuat, biaya-biaha akan lebih rendah. Apa yang dilakukan BI dalam memperluas LCS harus dtangkap sebagai sinyal yang positif. Upaya yang dilakukan BI ini untuk memperkuat peran bank sentral Indonesia di Asean," kaya Anggota Komisi XI DPR-RI Mukhamad Misbakhun.

Misbakhun menyatakan, langkah-langkah yang dilakukan Bank Indonesia juga sejalan dengan adanya koordinasi antara Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) yang sebagai kepanjangtanganan DPR dalam mengawasi lembaga independen tersebut. Keterbukaan Badan Supervisi dalam melakukan koordinasi dan diskusi dengan DPR, telah menelurkan berbagai kebijakan-kebijakan yang dianggap mampu mengatasi persoalan ekonomi.

"Ketika kita tahu kebijakan BI dan memberikan masukan, BSBI menjadikan hal tersebut menjadi bahan untuk disampaikan kepada Bank Indonesia dalam kaitan kebijakan ke depan. Badan Supervisi itu menurut saya memberikan manfaat yang ideal dan memadai dari sisi akademik literate, policy literate, dan macro economy literate," imbuh Misbakhun. 

Selanjutnya: Selain kebijakan suku bunga, ini 6 langkah BI untuk dorong pertumbuhan ekonomi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×