kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

KHL tetap relevan untuk dasar penghitungan upah minimum


Rabu, 03 Maret 2021 / 06:51 WIB
KHL tetap relevan untuk dasar penghitungan upah minimum

Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah sudah menerbitkan aturan baru mengenai pengupahan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021. Dengan aturan tersebut, pemerintah juga mengubah perhitungan upah minimum.

Bila dalam PP Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan, penetapan upah minimum didasarkan atas kebutuhan hidup layak (KHL) dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, di aturan terbaru penetapan upah minimum berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan.

Meski aturan ini sudah ditetapkan, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban menyebut bahwa penetapan upah minimum seharusnya masih mengacu pada KHL.

"Jadi kalau kami menyoroti pengupahan itu sebenarnya harus kembali ke KHL, dari situ kita bisa berangkat untuk melakukan kenaikan gaji," ujar Elly kepada Kontan, Selasa (2/3).

Baca Juga: Pemerintah diminta kaji ulang formula upah minimum dalam turunan UU Cipta Kerja

Menurut Elly, KHL juga penting dalam penentuan upah minimum karena ada survei yang dilakukan terlebih dahulu. Sementara menurutnya saat ini upah minimum didasarkan pada kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan.

Bahkan dalam aturan tersebut upah minimum kabupaten/kota ditetapkan dengan syarat tertentu, dimana ini meliputi pertumbuhan ekonomi daerah atau inflasi pada kabupaten/kota yang bersangkutan.

Menurut Elly, bila persyaratan tersebut berdasarkan pertumbuhan ekonomi atau inflasi, maka kenaikan upah setiap tahun bisa dilakukan dengan memilih antara inflasi atau pertumbuhan ekonomi atau angka mana yang lebih rendah. Sementara di sisi lain, menurutnya para pekerja juga kesulitan untuk mengetahui terkait hal ini atau membaca neraca cash flow perusahaan.

Tak hanya itu, Elly juga menilai formula yang ditetapkan dalam penghitungan upah minimum ini terlalu rumit. "Formulanya terlalu rumit, mestinya kalau upah minimum itu ditetapkan secara mudah," katanya.

Lebih lanjut, Elly menyebut, penghitungan upah minimum juga harus berdasarkan KHL mengingat saat ini pun terdapat berbagai hal yang dihadapi. Adanya pandemi Covid-19 menyebabkan adanya pengurangan gaji, pengurangan jam kerja hingga dirumahkan dan pemutusan hubungan kerja (PHK). Adanya Undang-Undang Cipta Kerja ini pun dianggap tidak mendukung posisi pekerja.

Meski begitu, Elly pun menganggap, seharusnya PP ini belum bisa dilaksanakan terlebih dahulu mengingat masih ada beberapa pihak yang mengajukan judicial review atas UU Cipta Kerja ini. Menurutnya, bila terdapat beberapa pasal yang dibatalkan dalam aturan tersebut maka menurutnya PP tersebut seharusnya tidak bisa digunakan. Elly pun memastikan pihaknya akan tunduk atas keputusan yang ditetapkan nantinya.

Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan menerangkan mengapa penghitungan upah minimum tak lagi menggunakan KHL.

Direktur Pengupahan Kemnaker Dinar Titus Jogaswitani menerangkan, berdasarkan hasil evaluasi penetapan nilai KHL serta perkembangan ketersediaan data empiris, penggunaan KHL ini sudah tidak relevan lagi digunakan.

Hal ini lantaran  penetapan KHL ini menggunakan pendekatan kelompok komoditas seperti makanan dan minuman, sandang, perumahan dan lainnya. Padahal, menurut Titus, komponen tersebut tak selalu ada di seluruh Indonesia.

Tak hanya itu, metode survei KHL ini juga sulit dipertanggungjawabkan karena pelaksanaan survei tidak independen atau dipolitisir. Menurutnya, dalam penetapan nilai KHL ini berdasarkan kesepakatan pihak tertentu.

Selanjutnya: Penetapan upah minimum tak gunakan komponen KHL, ini penjelasan Kemenaker

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×