kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

CIMB Niaga targetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia capai 3,9% di tahun ini


Kamis, 25 Februari 2021 / 20:00 WIB
CIMB Niaga targetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia capai 3,9% di tahun ini

Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perekonomian Indonesia pada tahun 2021 diprediksi kembali tumbuh positif setelah mengalami kontraksi akibat pandemi Covid-19 di tahun lalu. Karena itu, PT Bank CIMB Niaga Tbk memprediksi, pertumbuhan ekonomi di tahun ini ada di kisaran 3,9%. 

Chief Economist Bank CIMB Niaga Adrian Panggabean mengatakan, pertumbuhan ekonomi sudah mulai tampak dari geliat perekonomian pada kuartal pertama 2021, yang ada dikisaran 0,8% secara year-on-year (yoy).

“Kami melihat secara umum tahun 2021 masih penuh dengan tantangan, namun tentu akan lebih baik dari 2020. Proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) tahun ini kami dasarkan atas lima faktor yang mempengaruhi dinamika perekonomian 2021. Dua faktor pertama bersifat mendukung angka pertumbuhan yang lebih tinggi, sedangkan tiga faktor lainnya bersifat menahan prospek laju pertumbuhan ekonomi di 2021,” kata Adrian dalam Diskusi Bersama Chief Economist CIMB Niaga yang digelar secara virtual, Kamis (25/2/).

Dia menyebut, pertama, yaitu base-effects menjelaskan sekitar tiga-perempat dari narasi pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2021. Adapun sisanya diterangkan oleh normalisasi perekonomian di pulau Jawa yang mencakup hampir 60% dari total PDB Indonesia yang ditopang oleh sektor keuangan, telekomunikasi, infrastruktur publik melalui alokasi APBN, dan kesehatan. Hal ini sejalan dengan dimulainya program vaksinasi yang dilakukan oleh pemerintah.

Kedua, prospek dorongan likuiditas lewat stimulus fiskal terutama belanja modal yang didukung oleh penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia 7 Day Reverse Repo Rate (BI7-DRRR) ke arah 3,50% yang kini telah terealisasi minggu lalu. 

Khusus terkait pelonggaran moneter, CIMB Niaga menilai sebaiknya BI-7DRRR tidak diturunkan lagi ke bawah 3,50%.

Baca Juga: MUFG dan Bank Danamon optimistis dengan prospek bisnis domestik tahun 2021

“Hal ini penting karena dua alasan yaitu pertimbangan eksternal terkait masih sangat besarnya ketidakpastian arah pergerakan aset global di 2021 yang pasti akan berdampak pada stabilitas rupiah. Selain itu, dari sisi domestik untuk menjaga agar monetary tank tidak terlalu kosong, sehingga dapat mencegah munculnya komplikasi saat akan dilakukannya normalisasi moneter pasca 2022/2023,” jelas dia. 

Ketiga, terhambat-nya dorongan fiskal oleh kelambanan tata administratif (business processes) sehingga pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya akan mencapai maksimum 85-90% dari yang telah dianggarkan. 

Adapun dari sisi penerimaan, APBN juga akan terkendala oleh kurangnya penerimaan pajak sebagai akibat dari belum pulih sepenuhnya kondisi perekonomian dan berbagai insentif penurunan pajak yang telah dan akan diberikan. Kendala sisi penerimaan dan keperluan untuk menjaga arus kas APBN berpotensi menghambat efektivitas dari rencana stimulus fiskal.

Keempat, masih adanya kendala mobilitas manusia yang merupakan konsekuensi dari pandemi Covid-19 yang berkepanjangan di 2021, sehingga akan menyebabkan belum signifikannya ekspansi produksi.

Menurut Adrian, masih adanya kendala dalam mobilitas manusia dipicu relatif rendahnya kecepatan program vaksinasi di Indonesia yang hingga akhir tahun 2021 diperkirakan belum akan mencapai target. 

“Artinya, prospek belum akan terbentuknya herd immunity berpotensi menyebabkan perusahaan belum berani menggenjot produksinya secara maksimal pada tahun ini, selain rumah tangga yang masih akan menahan belanjanya,” jelas Adrian.

Kelima, pengurangan belanja modal atawa capital expenditure (capex) yang masih akan berlanjut di 2021. Paling tidak, ini akan terus terjadi di segmen korporasi swasta. Implementasi proyek infrastruktur dari belanja modal APBN kemungkinan besar akan menghadapi tantangan dari belum akan terciptanya herd immunity

Rendahnya capex di 2020 telah berdampak pada turunnya angka potensial output di 2021. Belum terciptanya optimal mix antara capex swasta dan capex pemerintah di tahun ini juga berpotensi menahan pertumbuhan ekonomi di tahun 2022.

Baca Juga: Jokowi optimistis tahun 2021 menjadi masa kebangkitan Indonesia

“Terkait tenaga kerja, bila kita belajar dari episode krisis kita sendiri (1998) dan krisis di negara-negara lain, pekerja yang terlalu lama dirumahkan akan cenderung kesulitan memperoleh kembali pekerjaannya. Pola ini berpotensi terulang di 2022, terlebih saat bisnis semakin mengarah kepada moda digital atau bahkan penggunaan Artificial Intelligence yang lebih marak,” papar Adrian.

Dari perspektif tersebut, Adrian melihat hanya tersisa tiga katalis yang diharapkan berperan sebagai game changer. Ketiganya yaitu: implementasi dari Omnibus Law Cipta Kerja mulai bulan Februari 2021; kehadiran lembaga Sovereign Wealth Fund (SWF) yang diharapkan mampu berfungsi penuh dan siap menjalankan operasi investasinya di Maret 2021; serta urgennya kebutuhan akan rekonstruksi struktur kelembagaan keuangan serta penyesuaian terhadap model pembiayaan pembangunan, misalnya dalam bentuk mobilisasi dari long-term savings.

“Kendati masih penuh tantangan besar, kami melihat peluang pertumbuhan ekonomi tahun 2021 masih dapat dioptimalkan. Salah satu upaya untuk menjaga pertumbuhan tersebut yaitu pentingnya kebijakan yang konsisten, komprehensif, mendetil, dan sistematis, termasuk dalam cara penanggulangan COVID-19. Tentu, kebijakan tersebut juga perlu didukung oleh semua pihak, sehingga pandemi dan efeknya perlahan dapat diatasi dan ekonomi Indonesia dapat tumbuh sesuai rencana,” pungkas Adrian.

Selanjutnya: Pertumbuhan ekonomi bisa terhambat akibat tingginya kasus Covid-19

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×